Rabu

Penolakan Perubahan



  1. PENOLAKAN PADA TINGKAT INDIVIDUAL

Menurut Sondang P. Siagian (2004:77), kecenderungan para individu dalam organisasi menolak perubahan dapat dikatakan bersumber pada lima faktor, yaitu:
  1. Kebiasaan
Manusia cenderung mengandalkan kebiasaan untuk menyederhanakan kehidupan yang serba rumit sekarang ini. Dengan kebiasaan yang sudah mendarah daging, lebih mudah bagi seseorang untuk memberikan respons yang sudah terprogram. Akan tetapi apabila dihadapkan kepada tuntutan perubahan, kebiasaan tersebut menjadi sumber penolakan.
  1. Ancaman terhadap rasa aman
Apabila perubahan yang akan terjadi dipandang sebagai ancaman terhadap rasa aman dalam pekerjaan, jabatan, karier dan penghasilan seseorang akan cenderung menolak perubahan tersebut.
  1. Faktor ekonomi
Jika perubahan diperkirakan akan berakibat pada berkurangnya penghasilan seseorang, ia akan menolak perubahan tersebut.
  1. Ketakutan pada hal-hal yang asing
Manusia tidak menyukai sesuatu yang asing. Jika perubahan akan membawa sesuatu yang asing, terjadi penolakan karena seseorang memandang bahwa yang asing itu membawa ketidakjelasan dan ketidakpastian.
  1. Proses informasi selektif
Telah umum diketahui bahwa seseorang “menciptakan dunianya” melalui persepsi tertentu yang dikembangkannya. Dengan “dunia ciptaanya” itu seseorang akan menolak perubahan karena ia tidak mau ada gangguan terhadap  keutuhan persepsi yang telah dibentuknya itu.

  1. PENOLAKAN PADA TINGKAT ORGANISASI

Dapat dikatakan bahwa organisasi memiliki sifat dasar, yaitu konservatif. Artinya, organisasi secara aktif menolak perubahan. Para pakar telah menemukan enam faktor penyebab mengapa terjadi penolakan terhadap perubahan pada tingkat organisasi, yaitu:
  1. Inersia struktural
Ternyata organisasi pada umumnya mempunyai mekanisme yang sudah melekat  untuk memelihara dalam perjalanan organisasi yang bersangkutan. Sering terjadi bahwa praktek-praktek manajemen diarahkan pada pemeliharaan kontinuitas dan stabilitas tersebut. Inersia struktural sering berperan sebagai tameng terhadap perubahan yang akan mengganggu stabilitas organisasi.
  1. Fokus perubahan yang terbatas
Organisasi dikelola dengan pendekatan kesisteman yang antara lain, berarti bahwa pembagian tugas dilakukan dan satuan-satuan kerja apapun yang diciptakan, satuan-satuan kerja tersebut merupakan “subsistem” dari organisasi sebagai keseluruhan. Oleh karena itu apa yang terjadi pada satu sub sistem pasti akan berpengaruh pula pada berbagai sub sistem yang lain.
  1. Inersia kelompok
Inersia kelompok merupakan situasi dalam mana para anggota kelompok sebagai individu bersedia menerima perubahan akan tetapi terhalang oleh norma-norma kelompok dimana seseorang menjadi anggota.
  1. Ancaman terhadap kemahiran atau keterampilan seseorang
Dalam organisasi yang besar biasanya terdapat sekelompok orang atau karyawan yang merupakan spesialis dalam bidangnya. Jika terjadi perubahan yang akan mengancam keberadaan kelompok itu, maka mereka akan cenderung menolak perubahan yang direncanakan akan terjadi.
  1. Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang sudah mapan
Para manajer yang sudah terbiasa memiliki dan menggunakan kekuasaan atau kewenangan tertentu- misalnya dalam hal mempromosikan, mendemosikan, mengalihkan tugaskan, memberikan pujian dan mengenakan sanksi kepada para bawahannya-akan cenderung menolak perubahan yang terjadi.
  1.  Ancaman terhadap alokasi dana dan daya
Kelompok-kelompok tertentu dalam organisasi yang sudah terbiasa menguasai sarana, prasarana, daya dan dana pasti akan melihat perubahan sebagai suatu ancaman. Mereka lebih senang jika praktek-praktek yang sudah lama dibiarkan berlanjut.
(dalam Sondang P. Siagian, 2004:79)



  1. MENGELOLA KEKUATAN-KEKUATAN PENGUBAH

Mengubah suatu organisasi berarti mengubah, sistem, struktur dan kultur organisasi yang sudah berlaku ke arah standar atau tingkat kinerja yang berbeda dan biasanya mengejawantah dalam bentuk peningkatan efektivitas organisasi yang bersangkutan, bukan hanya dalam bentuk yang bermanfaat secara internal bagi organisasi seperti dalam hal peningkatan kemampuan menjamin eksistensinya, akan tetapi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang sering bergerak sangat dinamis. Para pakar pada umumnya berpendapat bahwa dalam mengelola perubahan, harus memperhitungkan lima kekuatan, yaitu:
1.      Pendorong perubahan. Faktor terpenting yang harus dipertimbangkan adalah siapa yang akan berperan sebagai pendorong untuk melakukan perubahan organisasi.
2.      Tingkat dan cakupan perubahan. Manajemen harus memutuskan tingkat dan cakupan perubahan yang akan diwujudkannya. Meskipun dalam arti sebenar-benarnya kegiatan PO mencakup hal-hal yang sifatnya strategis dan menyeluruh, akan tetapi dalam pengertian sempit dan terbatas kegiatan PO dapat pula hanya pada tingkat teknikal dan mencakup bidang yang terbatas.
3.      Kerangka waktu. Faktor ketiga yang harus diperhitungkan adalah kerangka waktu untuk melaksanakan program perubahan tersebut. Pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa pendekatan yang gradual, biasanya lebih menjamin keberhasilan program perubahan itu antara lain karena pihak-pihak yang tadinya menentang atau menolak perubahan biasanya berubah sikap setelah melihat hasil positif dari perubahan dari perubahan itu.
4.      Dampak budaya. Penting untuk memperhitungkan dampak perubahan yang akan diwujudkan pada sistem budaya yang berlaku. Hal ini harus diperhitungkan karena makin kuat dampak yang timbul pada sistem dan kultur yang berlaku, kecenderungan timbulnya penolakan pun akan makin pula. Konsekuensinya program perubahan akan semakin sulit dilaksanakan.
5.      Evaluasi perubahan. Suatu sistem penilaian harus dipertimbangkan, salah satu caranya adalah dengan mengembangkan standar atau peningkatan kinerja untuk mengukur tingkat perubahan yang terjadi dan dampaknya terhadap efektivitas organisasi yang melaksanakan perubahan tersebut.

Perubahan Organisasi


  1. Memahami Perubahan

Menurut Pasmore dalam Wibowo (2008:90), perubahan berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang sesuatu, yang dapat menjadi mahal dan sulit. Perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari karena kuatnya dorongan eksternal dan karena adanya kebutuhan internal ( Wibowo, 2008: 91). Menurut Potts dan LaMarsh dalam Wibowo (2008:91) ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan sebelum mengimplimentasikan perubahan, yaitu:
a.       Bagaimana kita mengetahui adanya sesuatu yang salah pada keadaan sekarang ini?
b.      Aspek apa dari keadaan sekarang ini yang tidak dapat tetap sama?
c.       Seberapa serius masalahnya?
Fullan dalam Wibowo ((2008:92-93) memberikan lima butir kunci tentang perubahan, yaitu sebagai berikut.
a.       Perubahan bersifat cepat dan nonlinear sehingga dapat menimbulkan suasana berantakan. Akan tetapi perubahan juga menawarkan potensi besar untuk terobosan kreatif.
b.      Kebanyakan perubahan dalam setiap sistem terjadi sebagai respons terhadap kekacauan dalam sistem limgkungan internal dan eksternal.
c.       Faktor rasional dalam organisasi termasuk strategi dan operasi tidak terintegrasi dengan baik.
d.      Stakeholder utama dan budaya organisasi menjadi pertimbangan pertama untuk perubahan organisasional.
e.       Perubahan tidak dapat di-manage atau dikelola atau dikontrol.

Tujuan perubahan menurut Robbins dalam Wibowo (2008:93), tujuan perubahan terencana di satu sisi untuk memperbaiki kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan sisi lain mengupayakan perubahan perilaku karyawan. Adapun Potts dan LaMarsh dalam Wibowo (2008:97) mengemukakan adanya empat aspek sasaran perubahan yaitu struktur, orang, proses dan budaya. Adapun jenis perubahan menurut Robbins, Greenberg dan Baron membedakan jenis perubahan menjadi perubahan terencana dan tidak terencana. Kreitner dan Kinicki membagi menjadi adaptive change, innovative change, dan radically innovative change. Sementara itu Hussey menggunakan istilah incremental dan fundamental. Sedangkan Mayerson memperkenalkan dengan tempered change (Wibowo, 2008:101-109). Adapun krakteristik perubahan menurut Costley dan Todd dalam Wibowo (2008: 111) menunjukkan adanya tiga karakteristik perubahan yaitu: rate atau speed of change, direction of change, dan diffusion of change.  

  1. Faktor Pendorong Perubahan
Di antara para pakar ada yang menyebut faktor perubahan ini sebagai kebutuhan akan perubahan yaitu Hussey, Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2008: 74-79). Sementara Robbins, Geenberg dan Baron dalam Wibowo(2008:80-84) menyebutnya sebagai kekuatan untuk perubahan.
1.            Kebutuhan Perubahan Hussey  
Menurut Hussey dalam Wibowo (2008: 74) terdapat enam faktor yang menjadi pendorong bagi kebutuhan akan perubahan, yaitu sebagai berikut.
  1. Perubahan teknologi terus meningkat
  2. Persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global
  3. Pelanggan semakin banyak tuntutan
  4. Profil demografis negara berubah
  5. Privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut
  6. Pemegang saham minta lebih banyak nilai

2.            Kebutuhan Perubahan Kreitner dan Kinicki
Sementara itu, Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2008:76) memerhatikan bahwa kebutuhan akan perubahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
  1. Kekuatan eksternal: karakteristik demografis, kemajuan teknologi, perubahan pasar, tekanan sosial dan politik.
  2. Kekuatan internal : problem/prospek SDM, perilaku/keputusan manajerial.

3.            Kekuatan Perubahan Greenberg dan Baron
Greenberg dan Baron dalam Wibowo (2008: 80) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan di belakang kebutuhan akan perubahan.
  1. Perubahan terencana: perubahan dalam produk atau jasa, perubahan dalam ukuran dan struktur organisasi, perubahan dalam sistem administrasi, dan introduksi teknologi baru.
  2. Perubahan tidak terencana: pergeseran demografis, kesenjangan kinerja, peraturan pemerintah, kompetisi global, perubahan kondisi ekonomi, kemajuan dalam teknologi.
4.            Kekuatan untuk perubahan Robbins
Robbins dalam Wibowo (2008: 83) mengungkapkan adanya enam faktor yang merupakan kekuatan untuk perubahan, yaitu sebagai berikut.
  1. Sifat tenaga kerja
  2. Teknologi
  3. Kejutan ekonomi
  4. Persaingan
  5. Kecenderungan sosial
  6. Politik dunia

5.            Penggerak Perubahan Anderson dan Anderson
Anderson dan Anderson dalam Wibowo (2008:85) mengemukakan bahwa terdapat tujuh faktor penggerak yang dapat memengaruhi berlangsungnya perubahn, yaitu:
  1. Lingkungan
  2. Kebutuhan pasar untuk sukses
  3. Desakan bisnis
  4. Desakan organisasional
  5. Desakan kultural
  6. Perilaku pemimpin dan pekerja
  7. Pola pikir pemimpin dan pekerja.

 Adapun menurut Sondang P. Siagian (2004: 4-15) faktor-faktor penyebab perubahan adalah sebagai berikut.
  1. Tantangan utama masa depan
  2. Perubahan dalam konfigurasi ketenagakerjaan
  3. Tingkat pendidikan para pekerja
  4. Teknologi
  5. Situasi perekonomian
  6. Berbagai kecenderungan sosial
  7. Faktor geopolitik
  8. Persaingan
  9. Pelestarian lingkungan


C.                 Tantangan Perubahan
Menurut Senge, et. all. dalam Wibowo (2008: 143) terdapat tiga tahap tantangan utama yang akan dihadapi, yaitu:
1.            Tantangan dalam Tahap Prakarsa  Perubahan: perasan tidak mempunyai cukup waktu, tidak ada bantuan Coaching dan dukungan, merasa tidak relevan, konsistensi nilai-nilai perilaku
2.            Tantangan dalam Meneruskan Transformasi: ketakutan kecemasan, penilaian dan pengukuran, true believers and nonbelievers.
3.            Tantangan Tahap Desain dan Berpikir Ulang: pengaturan, penyebaran, strategi dan maksud.

  1. Pendekatan Perubahan

Pendekatan dalam melakukan perubahan dapat diproses dengan cara pulling out atau mencabut cara dan kebiasaan lama atau dapat pula dengan cara putting in atau menempatkan cara dan kebiasaan baru. Pendekatan perubahan sekarang ini yang terjadi dengan cara tersebut dikatakan sebagai creative destruction. Pendekatan perubahan sebaiknya dilakukan dengan creative recombination. Menurut Abraham dalam Wibowo (2008:185) Creative recombination  adalah mencabut apa yang sudah kita miliki dan mengombinasikan kembali dalam bentuk baru dan berhasil.
1. Creative Recombination
 Perubahan dapat dilakukan tanpa menimbulkan kepusingan , change without pain, apabila dilakukan dengan creative recombination, mengkombinasikan ulang secara kreatif karena bersifat kurang mengganggu. Abrahamson dalam Wibowo (2008: 186) menambahkan tiga hal penting agar perubahan dapat dilakukan tanpa membuat pusing, yaitu sebagai berikut.
a.             Dalam lingkungan sekarang yang penuh perubahan, penting untuk tidak terlalu menggeneralisasi
b.            No pain, no change tidak bisa menjadi standar karena akan dijadikan alasan pemaaf bagi setiap bentuk perubahan yang dikelola dengan buruk.
c.             No pain, no change tidak dapat tetap menjadi standar karena akan menjadi alasan yang siap dilakukan tentng mengapa perubahan sulit dan mengapa banyak perubahan gagal.


3. Five Recombinant
Untuk melakukan perubahan tanpa menimbulkan kepusingan, diperlukan adanya lima faktor yang dikombinasikan atau digabungkan kembali dalam rangka perubahan, yaitu
  1. Orang
  2. Jaringan
  3. Budaya
  4. Proses
  5. Struktur (Abrahamson dalam Wibowo, 2008:186)

4. Cara Mengkombinasi Ulang
Abrahamson dalam Wibowo (2008:187) mengemukakan cara yang dapat dilakukan untuk mengombinasikan kembali kelima faktor perubahan tersebut adalah dengan cloning, customizing, dan translating

E.           Kecepatan Perubahan
Potts dan LaMarsh dalam Wibowo (2008:189) mengemukakan bahwa pada hakikatnya perubahan adalah bergerak dari keadaan sekarang (the current state) menuju pada keadaan baru (the desired state). Orang menerima perubahan pada tingkat yang berbeda. Hidup kita adalah paling efektif dan efisien jika kita bergerak pada kecepatan yang memungkinkan kita menerima dengan tepat perubahan yang kita hadapi (Conner dalam Wibowo, 2008: 190).
Manusia bergerak pada tingkat kecepatan yang bersifat fluktuatif menurut kapasitas unuk menerima pengaruh dan informasi baru. Seberapa baik kita dapat menyerap implikasi perubahan secara dramatis memengaruhi tingkat keberhasilan kita mengelola tantangan yang dihadapi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks meningkatkan tekanan lebih kuat untuk mengelola lebih banyak perubahan pada kecepatan yang meningkat. Untuk itu, diperlukan pemahaman terhadap pola perubahan dan prinsip kekenyalan yang perlu dicapai dengan maksud mencapai kecepatan perubahan organisasi  optimal.
F.      Hambatan Perubahan
Peter M. Senge dalam Wibowo (2008:190) mengungkapkan bahwa Drucker mengidentifikasi adanya tiga hambatan untuk melakukan perubahan, yaitu sebagai berikut.
1.      Demografis
Perubahan memerlukan waktu yang relatif panjang, namun banyak manajer sangat tidak sabar mempertimbangkan untuk menunggu perubahan dalam 30-50 tahun. Perkembangan demografis jangka panjang akan memengaruhi arah perubahan organisasi. Permintaan akan kebutuhan menjadi semakin bervariasi dengan perkembangan teknologi, informasi dan cita rasa mereka sebagai konsumen.

2.      Persepsi terhadap Revolusi Informasi
Persepsi orang terhadap perkembangan informasi tersebut sangat beragam . Di satu sisi, di sambut secara positif sebagai mempermudah pekerjaan dan meningkatkan kinerja individu. Di sisi lain, dilihat dengan ketakutan bahwa peranannya akan digantikan oleh teknologi informasi sehingga terbuka peluang untuk kehilangan pekerjaan.

3.      Lingkungan dan Sosial
Pemimpin perubahan harus lebih memerhatikan masalah kelestarian lingkungan dan masalah kesenjangan sosial. Pada hakikatnya, perubahan harus mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat banyak.



DAFTAR PUSTAKA

Siagian Sondang P. 2004. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Wibowo. 2008.  Manajemen Perubahan. Jakarta: Rajawali Pers
www.kompas.com/news/read/data/2009.01.30.15100597


Polri Andalkan Program "Quick Wins"
Jumat, 30 Januari 2009 | 15:10 WIB
JAKARTA, JUMAT — Kepolisian RI (Polri) telah meluncurkan program Quick Wins, yang merupakan program-program unggulan dalam rangka akselerasi untuk mencapai sasaran grand strategis Polri 2005-2009. Program akselerasi ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi Polri yang diharapkan memberikan perubahan dalam aspek kultural.
Dalam launching reformasi birokrasi Polri, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri menjelaskan, ada empat program Quick Wins. Keempat program ini adalah quick respond; transparansi pelayanan SIM, STNK, BPKB; transparansi proses penyidikan; dan transparansi rekruitmen personel.
"Kemarin waktu di Sarawak saya sudah mencoba, melihat perkembangan laporan yang masuk ke Polri dan Polda melalui internet. Dan ternyata memang bisa dilihat secara transparan dan cepat," kata Bambang dalam sambutannya.
Dalam launching ini, ditampilkan pula proses pelayanan Quick Wins yang merespons laporan masyarakat yang masuk melalui layanan call centre 112.
Penulis: Inggried Dwi Wedhaswary  





Analisis: Tujuan perubahan menurut Robbins dalam Wibowo (2008:93), tujuan perubahan terencana di satu sisi untuk memperbaiki kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan sisi lain mengupayakan perubahan perilaku karyawan. Dalam hal ini, quick wins merupakan langkah yang tepat untuk diterapkan di kepolisian, disamping  merubah perilaku aparat kepolisian( menciptakan SDM yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja yang tinggi dan sejahtera)  juga dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat pada masyarakat. Adapun quick wins ini menunjang pelaksanaan reformasi birokrasi yang sasaran umumnya adalah terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja serta sistem manajemen pemerintahan. Adapun sasaran secara khusus adalah perubahan kelembagaan atau organisasi menuju organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran, perubahan budaya organisasi untuk mewujudkan birokrasi dengan integritas dan kinerj yang tinggi, perubahan ketatalaksanaan untuk mewujudkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif dan efisien, terukur dan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai. Pada dasarnya quick wins merupakan langkah tepat dalam merubah perilaku aparat kepolisian di dalam organisasinya agar dapat memberikan pelayanan yang baik untuk masyarakat.

VIDEO: Arsenal Taklukkan Barcelona

Email Alert - 17 Februari 2011


Dear Reisha Amanda,
Kami sajikan berita terpopuler VIVAnews.com


VIDEO: Arsenal Taklukkan Barcelona
Meski menang, Arsenal belum sepenuhnya aman. Arsenal akan bertemu lagi di leg kedua.
[selengkapnya]

Ahmadiyah: Tak Ada Kekerasan di Era Soeharto
"Biarkanlah kami bebas menganut agama yang kami yakini."
[selengkapnya]

Profesi Wanita Ini: Penjebak Tukang Selingkuh
Bukan pelacur. Wanita ini hanya bertugas menggoda pria untuk menguji kesetiaannya.
[selengkapnya]

Arsenal Taklukkan Barcelona
Pasukan Arsene Wenger tidak patah arang meski sempat tertinggal 1-0.
[selengkapnya]

Status LPI di Mata Menpora dan FIFA
Menpora menilai LPI sesuai dengan Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional.
[selengkapnya]

Gayus: Istilah "Tempat Pelacuran" Berlebihan
Gayus Lumbuun minta dugaan pelanggaran etik saat kunjungan kerja ke Yunani dituntaskan.
[selengkapnya]

Ini Dia Bank Pengucur Kredit Terbesar
BRI menempati urutan pertama penyalur kredit, yakni sebesar Rp241,02 triliun.
[selengkapnya]

Perubahan Iklim Segera Musnahkan Negeri Ini
Dalam 50 tahun, pemanasan global dapat memusnahkan negara kepulauan seperti Kiribati.
[selengkapnya]

MUI Sumbar Minta Pemerintah Larang Islam Moga
Warga telah mendatangi kediaman Ustad Nasir, penyebar ajaran Moga di Kabupaten 50 Kota.
[selengkapnya]

Kapal Perang Iran Mendekat, Israel Siaga
Dua kapal perang Iran akan melakukan latihan setahun penuh di Teluk Aden
[selengkapnya]



Email Alert VIVAnews.com